Subang, eskoncer.com, Di tengah semarak Ramadan 2025, ribuan guru ngaji di Kabupaten Subang justru harus menghadapi kenyataan pahit. Orang yang selalu dekat dengan Alloh SWT yang setiap hari memberi spiritual keagamaan harus menguatkan hati ujian kehidupan dihari raya harus hidup dengan keprihatinan.
Insentif rutin yang seharusnya menjadi penyemangat di bulan suci ini, tak kunjung cair. Polemik ini memicu aksi dan audiensi dengan DPRD Subang, menyuarakan kekecewaan atas keterlambatan yang tak berujung.
Janji yang Tak Kunjung Ditepati
Fraksi PKB DPRD Subang, melalui Ketua DPC PKB Subang, Zaenal, berjanji akan terus memperjuangkan hak para guru ngaji. Namun, janji ini seolah menjadi ironi di tengah penantian panjang para pahlawan pendidikan agama ini.
Sebanyak 8.000 guru ngaji, yang setiap bulannya hanya menerima insentif Rp100 ribu, kini harus menahan sabar di tengah kebutuhan yang semakin meningkat menjelang Hari Raya Idul Fitri.
Peran Penting yang Terabaikan
Zaenal menyebut guru ngaji sebagai “penjaga patok moral masyarakat” yang memiliki peran penting dalam mendidik generasi penerus. Namun, peran vital ini seolah tak sebanding dengan perhatian yang diberikan pemerintah daerah.
Insentif yang minim dan keterlambatan pencairan menjadi bukti nyata kurangnya apresiasi terhadap jasa mereka.
sebelumnya di beritakan, pada minggu yang mlalu masih di bulan maret 2025, ribuan guru ngaji di Kabupaten Subang dilanda keresahan menjelang Hari Raya Idul Fitri. Insentif rutin yang selama ini menjadi bentuk apresiasi pemerintah daerah terancam tidak cair akibat Surat Gubernur Dedi Mulyadi Soal kebijakan efisiensi anggaran.
Keresahan ini mencuat setelah puluhan guru ngaji perwakilan dari Forum Tenaga Honorer Madrasah Indonesia (FTHMI), Forum Komunikasi Diniyah Takmiliyah (FKDT), dan Forum Komunikasi Guru Ngaji (FKGN) mendatangi DPRD Kabupaten Subang untuk beraudiensi. Mereka menuntut kejelasan terkait insentif yang biasanya diterima setiap tahun menjelang lebaran.
Insentif ini, yang telah lama menjadi tradisi Pemkab Subang, dianggap sebagai “hibah mandatory” yang memiliki nilai keagamaan dan menyentuh pelayanan dasar spiritual dan sosial masyarakat. Namun ada kesan, Pemkab Subang menunda pencairan insentif tersebut, menimbulkan pertanyaan di kalangan guru ngaji.
Jika diteliti surat edaran tersebut, bertentangan antara surat edaran Gubernur Jawa Barat yang mewajibkan “hibah mandatory” dengan sikap Pemkab Subang yang menunda pencairan sehingga membuat resah ribuan guru ngaji.
Kebijakan penundaan ini didasari oleh Surat Edaran Gubernur Jawa Barat Nomor 1854/KU.03/BPKAD yang ditandatangani oleh Penjabat Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, pada 5 Maret 2025. Surat tersebut berisi himbauan penundaan hibah tahun anggaran 2025 dengan alasan efisiensi APBD.
“Ribuan guru ngaji Subang khawatir insentif yang biasa mereka dapatkan belum cair. Terlebih ditengah wacana penataan efisiensi anggaran di Pemda Subang,” ungkap Ketua Forum Komunikasi Diniyah Takmiliyah (FKDT) Subang, Agus Rahayu. Ia menambahkan bahwa terdapat lebih dari 8.000 guru ngaji di Subang yang rutin menerima insentif sebesar Rp100 ribu per bulan.
Dalam audiensi dengan Komisi IV DPRD Subang, para guru ngaji merasa kecewa karena tidak mendapatkan kejelasan waktu pencairan insentif. Komisi IV DPRD Subang dinilai bersikap normatif dan tidak memberikan ketegasan terkait persoalan tersebut.
Rasa kekecewaan ini semakin bertambah ketika Kabag Kesra Pemkab Subang memberikan jawaban penundaan yang didasari oleh Surat Edaran Gubernur Jawa Barat.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Subang, Tegar Jasa Priatna, berjanji akan mencarikan solusi untuk memenuhi tuntutan para guru ngaji. “Ini belum final dan ini akan kita sampaikan kepada bupati untuk dipertimbangkan lagi dan semoga bisa direalisasikan dalam waktu dekat, urusan guru ngaji akan kita perjuangkan,” kata Tegar.
Polemik ini menyoroti dilema antara kewajiban pemerintah daerah dalam memberikan “hibah mandatory”
(AEP)