Oleh : Entang Sastraatmadja (Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat)
Bandung, Jabar -eskoncer.com- Rabu (19/11/2025)- “Hipnotis beras” dalam kaitannya dengan judul tulisan kali ini, merujuk pada fenomena di mana masyarakat Indonesia, khususnya, telah terhipnotis oleh budaya dan kebiasaan makan nasi sebagai makanan pokok. Mereka telah terbiasa mengkonsumsi nasi sebagai sumber karbohidrat utama dan sulit untuk beralih ke sumber karbohidrat lainnya, seperti singkong, ubi jalar, atau jagung.
Fenomena ini disebut “hipnotis” karena masyarakat telah terprogram untuk menganggap nasi sebagai makanan pokok yang paling lezat dan memuaskan, sehingga mereka sulit untuk menerima alternatif lainnya. Hal ini juga dipengaruhi oleh faktor budaya, tradisi, dan ketersediaan nasi yang meluas di Indonesia.
Jadi, “hipnotis beras” dalam konteks ini bukanlah tentang teknik hipnotis yang sebenarnya, melainkan sebuah metafora untuk menggambarkan ketergantungan masyarakat pada nasi sebagai makanan pokok.
Penyebab utama berlangsungnya “hipnotis beras” di Indonesia adalah kombinasi dari beberapa faktor, yaitu :
Pertama, ketersediaan beras yang meluas. Beras telah menjadi komoditas pangan yang paling banyak diproduksi dan dikonsumsi di Indonesia, sehingga membuatnya menjadi pilihan utama sebagai makanan pokok.
Kedua, kebijakan Pemerintah. Pemerintah Indonesia telah lama mendukung produksi dan distribusi beras, sehingga membuatnya menjadi lebih mudah dijangkau dan terjangkau oleh masyarakat.
Ketiga, budaya dan tradisi. Nasi telah menjadi bagian dari budaya dan tradisi Indonesia, sehingga masyarakat telah terbiasa mengkonsumsinya sebagai makanan pokok.
Keempat, ketersediaan Infrastruktur. Infrastruktur distribusi dan penyimpanan beras telah berkembang dengan baik, sehingga membuatnya lebih mudah untuk didistribusikan ke seluruh wilayah Indonesia.
Kelima, peningkatan Produktivitas. Produktivitas padi telah meningkat secara signifikan berkat adanya teknologi pertanian modern, sehingga produksi beras meningkat dan membuatnya lebih terjangkau.
Kombinasi dari faktor-faktor tersebut telah membuat masyarakat Indonesia terhipnotis oleh beras sebagai makanan pokok, sehingga mereka sulit untuk beralih ke sumber karbohidrat lainnya. Beras seolah-olah menjadi satu-satunya bahan pangan pokok dan tak tergantikan oleh bahan pangan lain.
Sikap pemerintah dalam menghadapi fenomena “hipnotis beras” haruslah bijak dan strategis. Berikut beberapa pemikiran yang disarankan antara lain :
1. Edukasi dan Promosi. Pemerintah dapat melakukan edukasi dan promosi tentang pentingnya diversifikasi pangan dan manfaat mengkonsumsi sumber karbohidrat lainnya, seperti singkong, ubi jalar, dan jagung.
2. Dukung Produksi Pangan Lokal. Pemerintah dapat mendukung produksi pangan lokal dengan memberikan bantuan teknis, kredit, dan infrastruktur yang memadai kepada petani.
3. Kembangkan Infrastruktur. Pemerintah dapat mengembangkan infrastruktur distribusi dan penyimpanan pangan lokal untuk memudahkan akses masyarakat ke sumber karbohidrat lainnya.
4. Kebijakan Pangan yang Seimbang. Pemerintah dapat membuat kebijakan pangan yang seimbang, tidak hanya fokus pada beras, tetapi juga pada sumber karbohidrat lainnya.
5. Insentif bagi Petani. Pemerintah dapat memberikan insentif bagi petani yang menanam sumber karbohidrat lainnya, seperti singkong, ubi jalar, dan jagung.
6. Kerjasama dengan Sektor Swasta. Pemerintah dapat bekerja sama dengan sektor swasta untuk mengembangkan industri pangan lokal dan meningkatkan akses masyarakat ke sumber karbohidrat lainnya.
7. Monitoring dan Evaluasi. Pemerintah harus melakukan monitoring dan evaluasi secara terus-menerus untuk memastikan bahwa kebijakan dan program yang dijalankan efektif dalam mengurangi ketergantungan pada beras.
Dengan sikap yang bijak dan strategis, pemerintah dapat membantu masyarakat Indonesia untuk mengurangi ketergantungan pada beras dan meningkatkan diversifikasi pangan.
Pemerintah sendiri memiliki beberapa strategi untuk mengatasi ketergantungan pada beras dan meningkatkan diversifikasi pangan. Berikut beberapa langkah yang dapat terus dikembangkan antara lain :
– Pengembangan Pangan Lokal. Pemerintah mendorong pengembangan pangan lokal seperti sagu, jagung, singkong, dan ubi jalar sebagai alternatif sumber karbohidrat.
– Edukasi dan Promosi. Pemerintah melakukan edukasi dan promosi tentang pentingnya diversifikasi pangan dan manfaat mengkonsumsi pangan lokal.
– Dukungan Infrastruktur. Pemerintah meningkatkan infrastruktur distribusi dan penyimpanan pangan lokal untuk memudahkan akses masyarakat.
– Insentif bagi Petani. Pemerintah memberikan insentif bagi petani yang menanam pangan lokal untuk meningkatkan produksi dan daya saing.
– Pengembangan Produk Pangan Lokal. Pemerintah mendorong pengembangan produk pangan lokal yang inovatif dan bernilai tambah tinggi
Tak kalah penting untuk dicermati, Pemerintah juga memiliki target untuk menurunkan konsumsi beras menjadi 85 kg per kapita per tahun pada tahun 2025 dan meningkatkan produksi pangan lokal. Semua ini digarap agar masyarakat dapat segera terbebaskan dari hipnotis beras.







