Bandung, eskoncer.com – Kepala Cabang Dinas Pendidikan Wilayah VII, Asep Yuli Mulyadi, S.STP., M.A.P secara tersirat mengakui bahwa SMKN 8 Bandung belum berstatus Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Asep menyatakan bahwa SMKN 8 Bandung termasuk salah satu kandidat yang diberikan pembinaan oleh Bidang PSMK untuk menjadi SMK BLUD sehingga sudah diberikan tugas untuk mulai merintis berbagai TEFA yang ada di jurusan untuk melakukan usaha dengan lingkup internal sekolah.
Hal tersebut menjawab surat yang dilayangkan redaksi media siber eskoncer.com perihal Dugaan Depot Air Minum SMKN 8 Bandung Illegal yang ditujukan kepada Kepala Cabang Dinas Pendidikan Wilayah VII (KCD-7) pada Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat. KCD juga mengaku bahwa perihal tersebut dikonfirmasi langsung kepada pihak SMKN 8 Bandung.
Sumber lain juga menyebutkan bahwa SMKN 8 Bandung belum terlegitimasi sebagai SMK BLUD sehingga kegiatan rintisan yang dilakukan sudah pasti belum “legitimate” sebagai BLUD. Kemungkinan Sekolah yang dipimpin Agus Nugroho, S.Pd., M.T. ini masih “perlu belajar” untuk melengkapi banyak hal menuju SMK berstatus BLUD.
Legitimasi menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) adalah keterangan yang mengesahkan atau membenarkan bahwa pemegang keterangan adalah betul-betul orang yang dimaksud; kesahan; pernyataan yang sah (menurut undang-undang atau sesuai dengan undang-undang); pengesahan.
Diketahui, di wilayah Cabang Dinas Pendidikan VII Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat yang telah mendapat status SMK BLUD adalah SMKN 2 Kota Bandung, SMKN 3 Kota Bandung, SMKN 6 Kota Bandung, SMKN 9 Kota Bandung SMKN 11 Kota Bandung, dan SMKN 1 Kota Cimahi. SMKN 8 Bandung hingga berita ini diturunkan memang belum mendapatkan status BLUD.
*Produk Air Minum SMKN 8 Bandung Diduga Illegal?*
Terdapat beberapa TEFA (Teaching Factory) di SMKN 8 Bandung. TEFA diketahui sebagai model pembelajaran di SMK yang berbasis produk atau jasa dan mengacu kepada prosedural yang berlaku “sebenarnya” di industri. Salah satu TEFA di SMKN 8 Bandung adalah membuka usaha Depot Air Minum Isi Ulang (DAMIU) dan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK). Jika mengacu pada industri di lapangan yang sebenarnya, kedua unit usaha itu memiliki Kode Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) masing-masing. KBLI 11051 untuk Industri Air Kemasan dan KBLI 11052 untuk depot air minum isi ulang. Sementara pihak SMKN 8 Bandung hanya memiliki KBLI 11051, tetapi ikut “mengedarkan” produksi dari KBLI 11052.
Dalam industri berlaku ketentuan bahwa unit usaha yang memproduksi air minum dalam kemasan (AMDK), pemilik usaha harus mencantumkan sertifikat BPOM, SNI, dan Sertifikat Halal pada kemasan tersebut. AMDK Merk “Cai” produksi SMKN 8 Bandung diduga tidak memiliki persyaratan tersebut.
Menjawab hal tersebut, pihak sekolah mengatakan bahwa AMDK produksi mereka hanya diberikan kepada tamu sekolah yang tidak membawa tumbler. “Air kemasan botol dibuat sebagai bahan pembelajaran berbasis industri kecil untuk mata pelajaran PKK (Produk Kreatif Kewirausahaan). Peruntukan air minum dalam kemasan hanya untuk tamu yang tidak membawa tumbler,“ kata Asep Yudi Kepala KCD-7 dalam suratnya.
Di sisi lain, unit usaha depot air minum isi ulang (galon) milik SMKN 8 Bandung tidak memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) tapi memasarkannya kepada konsumen dalam hal ini warga SMKN 8 Bandung. Yang berlaku di lapangan, SLHS ini akan dikeluarkan oleh dinas kesehatan setelah depot air minum isi ulang dinyatakan memenuhi standar sanitasi dan higienis.
Pemeriksaan meliputi kebersihan tempat usaha, peralatan, serta prosedur pengolahan air. Diketahui Depot air minum SMKN 8 Bandung baru sebatas memiliki Laporan Hasil Uji Labkes. Persyaratan yang perlu dipenuhi untuk mendapatkan SLHS di Kota Bandung, antara lain: Salinan sertifikat pelatihan/kursus Hygiene Sanitasi bagi pemilik dan penjamah, dan Surat Rekomendasi dari Asosiasi. Kedua dokumen di atas diduga kuat sementara ini tidak dimiliki oleh Depot Air Minum SMKN 8 Bandung.
Apalagi, pembukaan Depot Air Minum ini dijadikan sebagai praktek pembelajaran TEFA, harus bisa memberikan contoh berusaha yang baik, benar dan sesuai dengan ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku. Baik secara operasional pengelolaan maupun perijinan usaha yang harus dipenuhi, apalagi produknya terkait dengan hajat hidup orang banyak dan tergolong kedalam produk berisiko Menengah Tinggi.
“Produk ini (air minum isi ulang dalam galon. Red-) tidak dijual untuk umum dan hanya untuk memenuhi kebutuhan internal sekolah dan telah dilakukan uji lab di UPTD Laboratorium Kesehatan Kota Bandung dengan hasil sudah memenuhi syarat kesehatan berdasarkan Laporan Hasil Uji No. Lan 00465/AM tanggal 27 Desember 2023,” papar Kepala KCD-7.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Depot Air Minum Indonesia (ASDAMINDO) Erik Garnadi megatakan, Usaha Depot Air Minum Itu adalah Proses Pengolahan Air Baku menjadi air layak minum melalui proses Filterisasi, Ultraviolet dan Ozonisasi. Kategori Air Minum Isi Ulang itu Resiko Menengah Tinggi artinya harus aman dikonsumsi oleh manusia atau masyarakat, jangan gara-gara mengkonsumsi Air Minum Isi Ulang yang tidak memenuhi Standart Baku Mutu Kesehatan, berdampak penyakit dalam jangka panjangnya. Karena banyak ditemukan air isi ulang yang mengandung E-coli dan bakteri lainnya.
Air Minum Isi Ulang Sesuai Permenkes No. 14/2014 tentang Higiene Sanitasi Depot Air Minum yang sudah diganti menjadi Permenkes No. 2/2023 Tentang Kesehatan Lingkungan, Wajib melakukan Uji Laboratorium Fisika, Kimia dan Bakteriologi secara rutin sekurang-kurangnya 6 bulan sekali, Wajib Memiliki NIB (Nomor Induk Berusaha) dan SLHS (Sertifikat Laik Higiene dan Sanitasi), apabila melanggar ada sangsinya mulai dari Teguran Lisan, Teguran Tertulis, Pemberhentian Sementara dan Pencabutan Izin Usaha.
Sama halnya dengan Peraturan Kepmenperindag 651/2004 Tentang Depot Air Minum dan Perdagangannya, ujar Erik.
Air Minum Isi Ulang apapun alasannya tidak boleh distock, hanya melayani pengisian masyarakat dan langsung dibawa pulang untuk dikonsumsi. Depot Air Minum hanya diperbolehkan menyediakan wadah tidak bermerk atau wadah polos, Tutup wadah yang disediakan harus polos, Depot Air Minum tidak diperbolehkan memasang segel pada wadahnya.
Apabila berdampak penyakit terhadap masyarakat, ujar Erik, dapat melanggar Undang-undang no 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Undang Undang nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan. (Red-***)