Bandung Barat, eskoncer.com – Pegiat perlindungan konsumen mendukung upaya Asosiasi Depot Air Minum Isi Ulang Indonesia (Asdamindo) untuk memfasilitasi peningkatan kepatuhan depot air minum isi ulang demi kenyamanan konsumen. “Pemilik Depot Air Minum Isi Ulang (DAMIU) tidak boleh sekedar mencari untung sendiri sementara peraturan dikangkangi begitu saja. Ujung-ujungnya kesehatan konsumen yang dipertaruhkan, “tegas Desmanjon Purba pegiat perlindungan konsumen dari Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat Yayasan Suara Konsumen Cerdas (LPKSM YSKC) di Bandung Barat, 29/10/025.
Ia meminta pemerintah kota dan kabupaten turun langsung ke lapangan. Menurutnya, Dinas Kesehatan Kota dan Kabupaten yang berwenang menerbitkan Sertifikat Layak Higiene dan Sanitasi (SLHS) bagi Depot Air Minum Isi Ulang. “Dinkes sudah barang tentu mengetahui berapa yang telah mereka terbitkan selama ini. Kemudian Dinkes melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu seharusnya mengetahui jumlah Damiu yang beroperasi di daerahnya. Jika mereka tidak tahu karena tidak mau tahu, atau pura-pura tidak tahu, saya kira mereka itu patut diduga turut terlibat melakukan pembiaran agar warga mengonsumi air minum isi ulang yang tidak layak, “tegas Desmanjon.
Menurutnya, beberapa daerah di Indonesia sudah mampu mengumumkan ke publik, mana saja damiu yang ber-SLHS. Dinkes Provinsi khususnya Jawa Barat juga seharusnya punya daya untuk mendorong agar DAMIU di wilayah Jabar patuh pada peraturan demi kesehatan warga Jawa Barat. “Mereka sejatinya bisa berkoordinasi dengan Dinkes Kota/Kabupaten sekaligus mengatensi persoalan ketidakpatuhan DAMIU terhadap SLHS dan persyaratan lainnya. Konon, Dinkes Jabar juga diam-diam saja tuh. Dinkes di Bandung Raya pun belum ada yang mampu mengumumkan mana saja Damiu yang ber-SLHS, “kata pegiat media ini.
Ia berharap agar para konsumen berhati-hati mengonsumsi air minum isi ulang. “Tidak ada pihak lain yang bakal mau memikirkan kesehatan kita sendiri. Kita jaga kesehatan masing-masing dengan mengonsumsi air minum isi ulang yang jernih dan tidak mengandung partikel atau endapan yang terlihat, serta tidak memiliki rasa dan bau yang aneh, ”ungkap Desmanjon.
Selain itu, pastikan galon air minum isi ulang memiliki segel yang masih utuh dan tidak rusak. Segel yang rusak dapat menandakan bahwa air telah terkontaminasi atau dipalsukan. “Pastikan juga apakah DAMIU tersebut memiliki izin usaha dan sertifikat, menjaga kebersihan depot dan pegawai, dan memiliki teknologi proses pengolahan air yang benar, “paparnya.
Sesuai Kepmenperin 651/2004, depot air minum hanya diperbolehkan menjual produknya secara langsung kepada konsumen di lokasi depot dengan cara mengisi wadah yang dibawa oleh konsumen atau disediakan depot. Depot air minum dilarang memiliki “stock” produk air minum dengan wadah yang dijual. “Kita cek di lapangan. DAMIU lebih sering tidak beroperasi karena produk mereka sudah dikirim-kirim ke warung-warung. Beli air minum isi ulang, perginya ke warung-warung. DAMIU mengisi airnya ke dalam galon bermerek seperti Aqua. Yang begini seharusnya tidak boleh. Pelanggaran oleh beberapa DAMIU sudah berjubel, tetapi negara c.q pemerintah tetap gak hadir untuk bikin perubahan, ”tukas Desmanjon.
Sebelumnya diberitakan bahwa Ketua Umum Asdamindo Erik Garnadi menyatakan siap memfasilitasi DAMIU untuk peningkatan kepatuhan pengusaha depot terhadap peraturan yang berlaku. Ia juga mengaku selalu mengingatkan sekitar 6.000 anggotanya untuk merawat mesin depot dan membantu instansi pemerintah dalam menjaga kualitas kesehatan air. “Ini bertujuan agar masyarakat yang mengonsumsi air minum isi ulang itu benar-benar terjamin kesehatannya. Jangan sampai ada masalah saat mengonsumsi air minum isi ulang,” kata Erik Garnadi yang didampingi Sekretaris Jenderal Asdamindo Imam Machfudi Noor, Senin (27/10/2025).
Kementerian Kesehatan mencatat bahwa kurang lebih 98 persen pemilik depot air minum isi ulang (DAMIU) belum mengantongi Sertifikat Laik Higiene dan Sanitasi (SLHS). Kondisi ini dinilai berpotensi serius membahayakan kesehatan konsumen. Menurut Erik, rendahnya kepatuhan ini disebabkan oleh minimnya kesadaran pemilik usaha dan pengawasan yang masih lemah dari pihak berwenang. “Banyak depot air minum itu yang tidak menerapkan standar higienitas yang ketat. Ini berpotensi membahayakan kesehatan konsumen akibat air yang tidak memenuhi standar kualitas,” ujar Erik Garnadi.
Erik Garnadi menjelaskan bahwa banyak pengusaha DAMIU yang belum memahami standar wajib dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 43 Tahun 2014, yang mengatur kebersihan mulai dari sumber air hingga proses distribusi. Salah satu celah pengawasan terbesar yang disoroti Asdamindo adalah sumber air baku. “Belum ada pengecekan selama ini dari mana sumber air depot-depot itu diambil dan apakah mereka mempunyai SIPA atau surat izin pengambilan airnya. Itu kan harus di-challenge juga. Karena kebanyakan tidak punya izin,” tandasnya.
Selain itu, pengusaha depot juga banyak yang lalai dalam melakukan pemeriksaan internal, seperti uji lab Fisika, Kimia, dan Bakteriologi air secara rutin. Erik Garnadi melihat adanya ketidaktegasan pengawasan terhadap pelanggaran. Meskipun terdapat banyak regulasi, termasuk Permenkes 2/2023, UU No. 18 Tahun 2021 tentang Pangan, dan Permendag No. 21 Tahun 2023, sanksi yang diterapkan dinilai terlalu ringan. “Sanksi yang diberikan kepada depot-depot yang melanggar prosedur terkait higiene dan sanitasi, itu sangat ringan. Sanksinya itu hanya ditutup sementara saja, dan bisa dibuka kembali jika pemilik depotnya sudah memperbaiki kekurangannya,” keluhnya. ***(Red)







